Rabu, 28 November 2012

Tingkatan Ilmu menurut Imam Syafi'i

Menurut Imam Syafi'i, ilmu itu terdiri dari lima tingkatan :

Tingkat Pertama : Al Qur'an dan As Sunnah yang autentik, karena Imam Syafi'i hanya mau mengambil dalil dari Al Qur'an dan hadits yang shahih (diriwayatkan oleh komunitas umum dari komunitas umum)pada satu tingkatan, yang dianggap sebagai penjelas bagi Al Qur'an sekaligus memperinci ayat - ayat yang bersifat global. Sebenarnya cukup Al Qur'an saja untuk hal yang tidak membutuhkan penjelas, misalnya ibadah - ibadah fardhu secara umum

Tingkatan kedua : penggunaan ijma' pada permasalahan yang tidak dijumpai dalilnya di dalam Al Qur'an maupun As Sunnah. Yang dimaksud ijma' disini adalah ijma' para ulama yang dikaruniai ilmu khusus dan tidak hanya sebatas ilmu umum, dengan demikian ijma' mereka dapat dijadikan hujjah bagi orang lain sepeninggal mereka, mereka berijma' tidak hanya berdasarkan logika, sebab apabila hanya berdasarkan pada logika saja maka mereka pasti akan selalu berselisih dan tidak mungkin bersatu.

Tingkatan ketiga : pendapat sebagian shahabat Rosululloh yang tidak ada seorangpun yang menentangnya, karena pendapat shahabat Rosululloh lebih baik daripada pendapat kita sendiri apabila diriwayatkan melalui sumber yang terjamin selamat dari kesalahan

Tingkatan keempat : perbedaan pendapat shahabat Rosululloh pada masalah tertentu. Dalam hal ini sikap kita adalah mengambil pendapat sebagian dari mereka yang lebih dekat dengan dalil Al Qur'an dan As Sunnah atau yang ditarjih qiyas dan tidak keluar dari pendapat para shahabat.

Tingkatan kelima : qiyas atas suatu permasalahan yang diketahui hukumnya dari salah satu tingkatan yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, masalah tersebut diqiyaskan hukumnya ke salah satu dari Al Qur'an dan As Sunnah, atau yang diketahui hukumnya melalui jalan ijma' atau disertakan padanya sebagian pendapat shahabat yang tidak ditentang atau pendapat mereka yang berbeda dengan pendapat shahabat lainnya.

Semoga bermanfaat

Senin, 19 November 2012

Pembagian Ilmu Syari'at menurut Imam Syafi'i

Imam Syafi'i membagi i;mu syari'at menjadi dua bagian :
1. Ilmu Umum
    Ilmu ini wajib bagi setiap muslim yang mukallaf untuk mengetahuinya. Mencakup setiap orang yang berakal dan tidak ada alasan bagi seorangpun untuk tidak mengetahuinya.

2. Ilmu Khusus
    Ilmu ini bersifat fardhu kifayah, yang harus ditunaikan oleh orang yang di beri ilmu Al Qur'an dan As Sunnah, khabar dari para shahabat dan keaneragaman manusia. Dengan mereka menunaikan ilmu ini maka menjadikan kaum muslimin yang lainnya bebas dan tidak berdosa, sedangkan bagi mereka yang mengamalkannya akan mendapat pahala dan kemuliaan. Mereka ini berhak untuk menetapkan suatu hukum dan bahkan  wajib bagi mereka menjalankannya.
Mengenai pembagian ilmu ini Imam Syafi'i pernah ditanya seseorang,"Apa ilmu itu ? dan apa yang harus dilakukan seseorang terhadap ilmu?"
Imam Syafi'i menjawab,"Ilmu itu ada dua. Pertama Ilmu Umum. Ilmu ini harus diketahui oleh semua orang yang telah baligh dan tidak terganggu akal fikirannya."
"Apa contohnya?" kata si penanya.
Sang Imam menjawab,"Contohnya rukun Islam dan keharaman khamr, membunuh, berzina, mencuri dan semua yang semakna dengan hal tersebut yang dibebankan kepada semua hamba untuk mengetahui dan mengamalkannya serta meninggalkan terhadap semua yang diharamkan."
Imam Syafi'i menegaskan, tidaklah ilmu umum disampaikan kepada seseorang dari kaum muslimin, melainkan ilmu itu sudah ada padanya dan tidak seorangpun mampu membantah sesuatu darinya atas orang lain, sebagaimana yang telah digambarkan dalam beberapa amalan fardhu, jumlah raka'at sholat dan lain sebagainya.
"Lalu apa yang kedua?"kata si penanya lagi.
Sang Imam menjelaskan,"yang kedua adalah ilmu khusus. yaitu cabang dari ibadah fardhu yang dilakukan oleh seorang hamba, serta beberapa ilmu khusus yang berketerkaitan langsung ataupun tidak langsung dengannya, yang tidak ada dalilnya dalam Al Qur'an maupun As Sunnah. Kalaupun ada dalilnya dari As Sunnah, maka itu hanya dari khabar khusus (contoh Hadits Ahad), bukan khabar umum dan dalil yang masih memungkinkan untuk di takwil atau dilakukan qiyas."
Syaikh Muhammad Abu Zahrah berpendapat : Ilmu khusus adalah lahan bahasan bagi para ahli fiqih dan mujtahid untuk berusaha menentukan suatu hukum. Dan inilah yang wahana yang sering mengundang perdebatan panjang. Sarana yang telah dibuatkan beberapa ketentuan agar kesimpulan hukum yang diambil bisa benar dan supaya ketentuan tersebut menjadi tolak ukur untuk menentukan benar atau salah, juga penentu bagi orang - orang yang berselisih dan pembeda bagi orang - orang yang berbeda pendapat.


Semoga bermanfaat.